Manusia Pertama ada di Indonesia
Catatan dari ‘Eden In The East, The Drowned Continent’ karya Stephen OppenheimerPara ahli sejarah umumnya berpendapat bahwa Asia Tenggara adalah kawasan ‘pinggir’ dalam sejarah peradaban manusia. Dengan kata lain, peradaban Asia Tenggara bisa maju dan berkembang karena imbas-imbas migrasi, perdagangan, dan efek-efek yang disebabkan peradaban lain yang digolongkan lebih maju seperti Cina, India, Mesir, dan lainnya. Buku Eden In The East yang ditulis Oppenheimer seolah mencoba menjungkirbalikkan pendapat meinstream tersebut.
Oppenheimer mengemukakan pendapat bahwa justru peradaban-peradaban maju di dunia merupakan buah karya manusia yang pada mulanya menghuni kawasan yang kini menjadi Indonesia. Oppenheimer tidak main-main dalam mengemukakan pendapat ini. Hipotesisnya disandarkan kepada sejumlah kajian geologi, genetik, linguistik, etnografi, serta arkeologi.Gagasan diaspora manusia dari kawasan Asia Tenggara dicoba untuk direkonstruksi dari peristiwa di akhir zaman es (Last Glacial Maximum) pada sekitar 20.000 tahun yang lalu. Pada saat itu, permukaan laut berada pada ketinggian 150 meter di bawah permukaan laut di zaman sekarang. Kepulauan Indonesia bagian barat, masih menyatu dengan benua Asia sebagai sebuah kawasan daratan maha luas yang disebut Paparan Sunda.
Ketika perlahan-lahan suhu bumi memanas, es di kedua kutub bumi mencair dan menyebabkan naiknya permukaan air laut, sehingga timbul banjir besar. Penelitian oseanografi menunjukan bahwa di Bumi ini pernah tiga kali terjadi banjir besar pada 14.000, 11.000, dan 8.000 tahun yang lalu. Banjir yang terakhir adalah peristiwa yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut hingga setinggi 8-11 meter dari tinggi permukaan asalnya. Banjir tersebut mengakibatkan tenggelamnya sebagian besar kawasan Paparan Sunda hingga terpisah-pisah menjadi pulau-pulau yang kini kita kenal sebagai Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali.
Oppenheimer mengemukakan bahwa saat itu, kawasan Paparan Sunda telah dihuni oleh manusia dalam jumlah besar. Karena itulah, menurutnya, hampir semua kebudayaan dunia memiliki tradisi yang mengisahkan cerita banjir besar yang menenggelamkan sebuah daratan. Kisah-kisah semacam banjir Nabi Nuh as, olehnya dianggap sebagai salah satu bentuk transfer informasi antar generasi manusia tentang peristiwa mahadahsyat tersebut.
Menurut Oppenheimer, setelah terjadinya banjir besar tersebut, menusia mulai menyebar ke belahan bumi lainnya. Oppenheimer menyatakan bahwa hipotesisnya ini disokong oleh rekonstruksi persebaran linguistik terbaru yang dikemukakan Johanna Nichols. Nichols memang mencoba mendekonstruksi persebaran bahasa Austronesia. Sebelumnya, Robert Blust (linguis) dan Peter Bellwood (arkeolog) menyatakan bahwa persebaran bahasa-bahasa Austronesi a berasal dari daratan Asia ke Formosa (Taiwan) dan Cina Selatan (Yunnan) sebelum sampai ke Filipina, Indonesia, kepulauan Pasifik dan Madagaskar. Nichols menyatakan konstruksi yang terbalik di mana bahasa-bahasa Austronesia menyebar dari Indonesia-Malaysia ke kawasan-kawasan lainnya dan menjadi induk dari bahasa-bahasa dunia lainnya.
Oppenheimer berkeyakinan bahwa penduduk Malaysia, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan dewasa ini adalah keturunan dari para penghuni Paparan Sunda yang tidak hijrah setelah tenggeamnya sebagian kawasan tersebut. Dengan kata lain, ia hendak mengemukakan bahwa persebaran manusia di dunia berasal dari kawasan ini.
Pendapatnya ia perkuat dengan mengemukakan analisa tentang adanya kesamaan benda-benda neolitik di Sumeria dan Asia Tenggara yang diketahui berusia 7.500 tahun. Kemudian ciri fisik pada patung-patung peninggalan zaman Sumeria yang memiliki tipikal wajah lebar (brachycepalis) ala oriental juga memperkuat hipotesis tersebut.
Oppenhimer juga yakin bahwa tokoh dalam kisah Gilgamesh yang dikisahkan sebagai satu-satunya tokoh yang selamat dari banjir besar adalah karakter yang sama dengan Nabi Nuh as dalam kitab Bible dan Qur’an yang tak lain adalah karakter yang berhasil menyelamatkan diri dari banjir besar yang menenggelamkan paparan Sunda. Legenda Babilonia tua mengisahkan pula kedatangan tujuh cendekiawan dari timur yang membawa keterampilan dan pengtahuan baru. Kisah yang sama terdapat pula di dalam India kuno di Hindukush. Varian legenda semacam ini pun ternyata tersebar di kepulauan Nusantara dan Pasifik.
Oppenheimer lebih lanjut mengemukakan bahwa kisah yang serupa dengan kisah penciptaan Adam dan Hawa serta pertikaian Kain dan Abel (Qabil dan Habil) ternyata dapat ditemukan di kawasan Asia Timur dan Kepulauan Pasifik. Misalnya orang Maori di Selandia Baru, menyebut perempuan pertama dengan nama ‘Eeve’. Kemudian di Papua Nugini, kisah yang serupa dengan Kain dan Abel ada dalam wujud Kullabop dan Manip. Tradisi-tradisi di kawasan ini juga mengemukakan bahwa manusia pertama di buat dari tanah lempung yang berwarna merah.
Atas dasar berbagai hipotesis tersebut pula, Oppenheimer meyakini bahwa Taman Eden yang disebut-sebut dalam Bible ada di Paparan Sunda. Berbicara tentang Hipotesis Oppenheimer ini, saya juga jadi teringat salah satu ayat dalam Kitab Genesis yang dengan jelasmenyebut bahwa Eden ada di Timur. Mungkinkah Taman Eden memang berlokasi di Indonesia? Dan Manusia Pertama pun ditempatkan Tuhan di Indonesia.
Gambar dan Jenis-jenis Manusia Purba yang Ditemukan di Indonesia

A. Homo
1. Homo Mojokertensis
Kaum Homo Mojokertensis (manusia kera dari Mojokerto)
Fosilnya ditemukan di Perning (Mojokerto) Jawa Timur tahun 1936 - 1941.Fosil kaum homo yang ini ditemukan Von Koenigswald..
2. Homo Robustus
arti dari Robustus itu sendiri adalah manusia kera yang besar dan kuat tubuhnya ditemukan tahun 1936 di Sangiran lembah Sungai Bengawan Solo.Fosil kaum homo yang ini ditemukan Von Koenigswald..
3. Homo Sapiens
Jenis kaum homo yang ini telah memiliki bentuk tubuh yang sama dengan manusia sekarang dan juga memiliki sifat seperti manusia sekarang tetapi masih memiliki Kehidupan yang sangat sederhana, dan tentunya hidup mengembara(nomaden). Jenis Kaum Homo sapiens yang ditemukan di Indonesia ada 2 yaitu:
- homo Soloensis
- homo sapiens wajakensis
- Homo soloensis

Volume otaknya mencapai 1300 cc.
Menurut Von Koenigswald makhluk ini lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan Pithecanthropus Erectus. Diperkirakan makhluk ini merupakan evolusi dan Pithecanthropus Mojokertensis. Oleh sebagian ahli, Homo Soloensis digolongkan dengan Homo Neanderthalensis yang merupakan manusia purba jenis Homo Sapiens dari Asia, Eropa, dan Afrika berasal dari lapisan Pleistosen Atas.
- Homo Wajakensis
Fosil Homo Wajakensis mempunyai tinggi badan sekitar 130—210 cm, dengan berat badan antara 30-150 kg. Volume otaknya mencapai 1300 cc Manusia purba jenis ini hidup antara 40.000 —25.000 tahun yang lalu, pada lapisan Pleistosen Atas. Apabila dibandingkan jenis sebelu mnya, Homo Wajakensis menunjukkan kemajuan.
Makanannya sudah dimasak walaupun masih sangat sederhana. Tengkorak Homo Wajakensis memiliki banyak persamaan dengan tengkorak penduduk asli Australia, Aborigin. Oleh karena itu, Eugene Dubois menduga bahwa Homo WajakensIs termasuk dalam ras Australoide, bernenek moyang Homo Soloensis dan menurunkan bangsa Aborigin. Fosil Homo Wajakensis juga memiliki kesamaan dengan fosil manusia Niah di Serawak Malaysia, manusia Tabon di Palawan, Filipina, dan fosil-fosil Australoid dari Cina Selatan, dan Australia Selatan.
Manusia Purba di Indonesia
1. Meganthropus Paleojavanicus
Fosil Meganthropus Paleojavanicus ditemukan oleh Von Koenigswald di Sangiran, lembah Bengawan Solo pada tahun 1936-941. Fosil ini berasal dari lapisan Pleistosen Bawah. Meganthropus memiliki badan yang tegap dan rahang yang besar dan kuat. Mereka hidup dengan cara mengumpulkan makanan (food gathering) makanan mereka utamanya berasal dari tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Sebagian ahli menganggap bahwa Meganthropus sebenarnya merupakan Pithecanthropus dengan badan yang besar.
2. Pithecanthropus
Fosil Pithecanthropus merupakan fosil manusia purba yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Fosil Pithecanthropus berasal dari Pleistosen lapisan bawah dan tengah. Mereka hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan Mereka sudah memakan segala,
tetapi makanannya belum dimasak. Pithecanthropus terdiri dari beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
a) Pithecanthropus Mojokertensis
Fosil Pithecanthropus Mojokertensis ditemukan oleh Von Koenigswald di desa Perning, Lembah Bengawan Solo Mojokerto, Jawa Timur pada lapisan Pleistosen Bawah. Temuan tersebut berupa fosil anak-anak berusia sekitar 5 tahun. Makhluk ini diperkirakan hidup sekitar 2,5 sampai 2,25 juta tahun yang lalu. Pithecanthropus Mojokertensis Berbadan tegap, mukanya menonjol ke depan dengan kening yang tebal dan tulang pipi yang kuat.
b) Pithecanthropus Robustus
Fosil jenis ini ditemukan oleh Weidenreich dan Von Koenigswald pada tahun 1939 di Trinil, Lembah Bengawan Solo. Fosil ini berasal dari lapisan Pleistosen Bawah. Von Koenigswald menganggap fosil ini sejenis dengan Pithecanthropus Mojokertensis.
c) Pithecanthropus Erectüs
Fosil jenis ini ditemukan oleh Eugene Dubois di desa Trinil, Ngawi, Jawa Timur, pada tahun 1890 berasal dari lapisan Plestosen Tengah. Mereka hidup sekitar satu juta sampai satu setengah juta tahun yang lalu. Pithecanthropus Erectus berjalan tegak dengan badan yang tegap dan alat pengunyah yang kuat. Volume otak Pithecanthropus mencapai 900 cc. Volume otak manusia modern lebih dari 1000 cc, sedangkan volume otak kera hanya 600 cc.
1. Meganthropus Paleojavanicus
2. Pithecanthropus
tetapi makanannya belum dimasak. Pithecanthropus terdiri dari beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
a) Pithecanthropus Mojokertensis

b) Pithecanthropus Robustus

c) Pithecanthropus Erectüs

Sumber:
-http://yasirmaster.blogspot.com/2012/02/manusia-pertama-ada-di-indonesia.html
0 komentar:
Posting Komentar